Selasa, 20 Maret 2012

Lima Kalimat Yang Harus Dihindari

M Nasrun Nur

Ketika pasangan suami istri bertengkar, maka segala caci maki bisa keluar. Saat itu, sifat asli dan sifat jelek masing-masing dari pasangan tampak secara nyata. Hal ini tentunya tidak sehat untuk satu pernikahan. Tapi ini adalah konflik dalam pernikahan. Berikut ini ada beberapa kalimat yang membuat pasangan menikah mengalami pertengkaran hebat, yang dikutip dari boldsky:

"Kamu hidup dari uang saya"
Dulu mungkin pria memang satu-satunya pemegang kendali keuangan karena pencari nafkah. Tapi di jaman sekarang ini, pria dan wanita sama-sama mencari nafkah dan tidak jarang kondisi ini menimbulkan pertengkaran hebat bila keduanya tidak bisa membahas soal keuangan mereka dengan baik.

"Ibumu ingin menyingkirkan saya"
Meskipun pernyataan ini umumnya disampaikan perempuan, tapi pria juga sangat sensitif urusan yang satu ini. Umumnya, setiap orang berusaha untuk dekat dan menempatkan diri dengan mertua mereka. Tapi ketika usaha itu sudah dilakukan tapi tidak berhasil juga, maka perasaan tidak diterima tetap ada.

"Kamu tidak cocok menjadi orangtua "
Jika dalam keseharian Anda dan pasangan tidak bisa saling menekan keegoisan dan selalu bertengkar, bahkan menuduh bahwa dia tidak cocok menjadi orangtua, itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Karena ketika Anda bicara seperrti itu, maka Anda juga dianggap tidak layak menjadi orangtua.

"Kau beruntung menikah dengan aku"
Kadang ketika persoalan muncul, kerap keluar kalimat yang tidak perlu. Pernikahan adalah apa yang ingin Anda lakukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Jadi, bukan hal bijaksana jika salah satu di antara Anda merasa paling baik daripada pasangan Anda.

"Katakan sekali lagi dan aku akan meninggalkanmu"
Anda bisa saja mengulang kata-kata tersebut sebanyak yang Anda mau, tapi itu hanya akan memperburuk keadaan. Semua akan disesali ketika salah satu dari Anda benar-benar melakukan hal tersebut. (*)

Senin, 12 Maret 2012

Filosofi Lima Jari


M NASRUN NUR

Ibu Jari (jari pertama) menggambarkan kedua orangtua. Telunjuk (jari kedua) menggambarkan saudara kandung. Jari tengah (jari ketiga) menggambarkan diri kita sendiri. Jari manis (jari keempat) menggambarkan pasangan hidup kita. Dan kelingking (jari kelima) merepresentasikan anak-anak kita.

Sekarang, pertemukan kedua tangan kita satu sama lain dengan pasangan jarinya: ibu jari ketemu ibu jari, telunjuk ketemu telunjuk, dan seterusnya. Tapi, untuk jari tengah, pertemukan dengan cara berpunggung-punggungan.

Sekarang jika memisahkan kedua ibu jari yang menggambarkan kedua orangtua kita, kita mudah melakukannya. Filosofinya adalah orangtua kita tidak akan hidup dengan kita selama-lamanya. Begitupun saat mencoba memisahkan telunjuk, kita bisa melakukannya.

Artinya saudara-saudara kita pun akan berpisah karena mereka akan memiliki keluarga atau hidup masing-masing. Lalu kelingking pun sama. Kita bisa memisahkannya. Artinya anak-anak suatu saat kelak akan memisahkan diri dari kita karena tumbuh dewasa dan berkeluarga.

Akhirnya, coba pisahkan jari manis yang saling bertautan itu. Coba sekali lagi. Ternyata itu tak bisa kita lakukan. Sekuat apa pun kita melakukannya keduanya tetap bersatu.Seperti itulah pasangan hidup kita yang selalu bersama dalam suka dan duka, dalam keadaan kaya atau miskin, sehat atau sakit. Hanya kematian yang bisa memisahkan kita.

Itulah kenapa cincin kawin dipasang di jari manis sebagai penghargaan pada pasangan hidup kita yang akan mendampingi kita selama-lamanya. (*)